Langsung ke konten utama

Akhlak Tasawuf

Miftachul Wachyudi (Yudee) 


Akhlak Tasawuf
 Miftachul Wachyudi (Yudee) M.Pd.I

                  


















































































Akhlak Tasawuf


  Miftachul Wachyudi (Yudee) M.Pd.I

1.      Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf
Para ahli ilmu tasawuf pada umumnya membagi tasawuf menjadi tiga bagian. Pertama tasawuf falsafi, kedua tasawuf akhlaki dan ketiga tasawuf amali. Ketiga tasawuf ini tujuannya sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghias diri dengan perbuatan yang terpuji. Ketiga macam tasawuf ini memiliki perbedaan dalam hal pendekatan yang digunakan.[4]
       Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf yaitu ketika mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadist mementingkan akhlak. Al-Qur’an dan Hadist menekankan kejujuran, persaudaraan, keadilan, tolong menolong, murah hati, pemaaf, sabar, baik sangka, menepati janji, disiplin, mencintai ilmu, berfikiran lurus, nilai-nilai ini yang harus dimiliki oleh seorang muslim dan dimasukkan ke dalam dirinya sejak kecil.
       Sebagaimana diketahui bahwa dalam tasawuf masalah ibadah amat menonjol, karena tasawuf itu pada hakikatnya melakukan serangkaian ibadah seperti sholat, puasa, haji, dzikir, dan lain sebagainya. Yang semuanya itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah yang dilakukan dalam rangka bertasawuf itu ternyata erat hubungannya dengan akhlak.

2.      Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tauhid
Ilmu tauhid adalah ilmu usluhuddin, ilmu pokok-pokok agama, yakni menyangkut aqidah dan keimanan, ilmu tauhid dapat disebut juga dengan ilmu kalam, yang merupakan disiplinilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya , kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. [5] sedangkan akhlak yang baik menurut pandangan islam  haruslah berpijak pada keimanan. Iman tidak sekedar cukup disimpan dalam hati. Melainkan harus dilahirkan dalam perbuatan yang nyata dan dalam bentuk amal shaleh, barulah dikatakan iman itu sempurna, karena telah dapat direalisir.[6]
       Jelaslah bahwa akhlakul karimah adalah mata rantai iman. Sebagai contoh , malu (berbuat kejahatan) adalah salah satu dari akhlakul mahmudah. Nabi dalam salah satu hadist menegaskan bahwa “malu adalah salah satu cabang dari keimanan”. [7]
       Sebaliknya akhlak yang dipandang buruk adalah akhlak yang menyalahi prinsip-prinsip iman. Seterusnya sekalipun manusia perbuatan pada lahirnya baik, tetapi titik tolaknya bukan karena iman maka hal itu tidak mendapatkan penilaian disisi Allah. Demikianlah adanya perbedaan nilai amal-amal baiknya orang beriman dengan amal baiknya orang yang tidak beriman .[8]
       Hubungan antara aqidah dan akhlak tercermin  dalam pernyataan rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah r.a :
“orang mu’min yang sempurna imannya adalah yang terbaik budi pekertinya” [9]
3.      Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu jiwa (psikologi)
Berbicara dalam hal relevansi dan hubungan ilmu akhlak dengan ilmu psikologi sebenarnya merupakan bahasan yang sangat strategis. Karena antara akhlak dengan ilmu psikologi memiliki hubungan yang sangat kuat dimana objek sasaran penyidikan psikologi adalah terletak pada domain perasaan , khayal, paham, kemauan, ingatan, cinta, dan kenikmatan.[10] sedangkan akhlak sangat menghajatkan apa yang dibicarakan oleh ilmu jiwa, bahkan ilmu jiwa adalah pendahuluan tertentu bagi akhlak.[11]
       Dengan lain perkataan, ilmu jiwa sasarannya meneliti peranan yang dimainkan dalam perilaku manusia, karenanya dia meneliti suara hati (dhamir), kemauan (iradah), daya ingatan, hafalan dan pengertian, sangkaan yang ringan (waham) dan kecenderungan kecenderungan (wathif) manusia. Itu semua menjadi lapangan kerja jiwa, yang menggerakkan manusia untuk berbuat dan berkata. Oleh karena itu ilmu jiwa merupakan muqaddimah yang pokok sebelum mengadakan kajian ilmu akhlak. [12]
       Akhlak  akan memperosalkan apakah jiwa mereka tersebut termasuk jiwa yang baik atau buruk. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa akhlak mempunyai hubungan dengan ilmu jiwa . dimana ilmu akhlak melihat dari segi apa yang sepatutnya dikerjakan manusia, sedangkan ilmu jiwa meneropong dari segi apakah yang menyebabkan terjadi perbuatan itu.[13]
       Pada masa akhir akhir ini, terdapat dalam ilmu jiwa suatu cabang yang disebut “ilmu jiwa masyarakat” (social psychology).  Ilmu ini menyelidiki akal manusia dari jurusan masyarakat. Yakni menyelidiki soal bahasa dan bagaimana bekasnya terhadap akal, adat kebiasaan suatu bangsa yang mundur dan bagaimana susunan masyarakat. Dan bagi cabang ini memberi bekas yang langsung pada akhlak, melebihi dari ilmu jiwa seseorang. [14]

4.      Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu pendidikan mempunyai hubungan yang sangat mendasar dalam hal teoritik dan pada tatanan praktisnya, sebab, dunia pendidikan sangat besar sekali pengaruhnya terhadap perubahan perilaku akhlak seseorang. Berbagai ilmu diperkenalkan, agar siswa memahaminya dan dapat melakukan suatu perubahan pada dirinya. Apabila siswa diberi pelajaran ‘akhlak”, pendidikan mengajarkan bagaimana seharusnya manusia itu bertingkah laku, bersikap terhadap sesamanya dan penciptanya (Tuhan).
       Dengan demikian, posisi ilmu pendidikan strategis sekali jika dijadikamn pusat perubahan perilaku yang kurang baik untuk diarahkan menuju perilaku yang baik. Oleh karena itu, dibutuhkan beberapa unsur dalam pendidikan untuk bisa dijadikan agen perubahan sikap dan perilaku manusia. Dari tenaga pendidik (pengajar) misalnya, perlu memiliki kemampuan profesionalitas dalm bidangnya. Unsur lain yang perlu diperhatikan adalah materi pengajaran. Apabila materi pengajaran yang disampaikan oleh pendidik menyimpang, dan mengarah ke perubahan perilaku yang menyimpang, inilah suatu keburukan dalam pendidikan dan begitu pula sebaliknya. [20]
Lingkungan sekolah dalam dunia pendidikan merupakan tempat bertemunya semua watak. Perilaku dari masing-masing anak yang berlainan. Kondisi anak yang sedemikian rupa dalam interaksi antara anak satu dengan yang lainnya akan saling mempengaruhi juga pada kepribadian anak. [21]. Dengan demikian lingkungan pendidikan mempengaruhi jiwa anak didik. Dan akan diarahkan kemana anakdidik dan perkembangan kepribadian.[22]

5.      Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu filsafat
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menyelidiki segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada dengan menggunakan pikiran. Filsafat memiliki bidang-bidang kajiannya mencakup berbagai disiplin ilmu antara lain :
a.       Metafisika        : penyelidikan di balik alam yang nyata
b.      Kosmologi        : penyelidikan tentang alam (filsafat alam)
c.       Logika              : pembahasan tentang cara berfikir cepat dan tepat
d.      Etika    : pembahasan tentang tingkah laku manusia
e.       Theodica          : pembahasan tentang ke Tuhanan
f.        Antropologia    : pembahasan tentang manusia
Dengan demikian jelaslah bahwa etika termasuk salah satu komponen dalam filsafat. Banyak ilmu-ilmu yang pada mulanya merupakan bagian filsafat karena ilmu tersebut kian meluas dan berkembang dan akhirnya membentuk disiplin ilmu itu sendiri dan terlepas dari filsafat. Demikian juga etika, dalam proses perkembangannya sekalipun masih dakui sebagai bagian dalam pembahasan filsafat, kini telah merupakan ilmu yang mempunyai identitas sendiri. [23]     


Kesimpulan

Dari uraian di atas kami dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa ilmu akhlak adalah suatu ilmu yang sangat penting dimiliki manusia karena dengan ilmu akhlak jiwa kita lebih tenang , damai, dan menjadi manusia yang lebih baik. Hubungan ilmu akhlak dengan ilmu tasawuf, tauhid, psikologi, pendidikan, dan filsafat adalah untuk mengetahui apakah keadaan rohani dan jasmani baik individu ataupun masyarakat tertentu baik atau buruk.



Daftar Pustaka
1.      Ar. Zahrudin, Hasanuddin Sinaga, 2004, Pengantar Studi Akhlak. Jakarta : Raja Grafindo Persada
2.      Amin, Ahmad, 1998, Etika (Ilmu akhlak), Jakarta : Bulan Bintang
3.      Nasution, Ahmad Bangun, Rayani Hanum Siregar, 2013, Akhlak Tasawuf Pengenalan, pemahaman, dan pengaplikasiannya, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
4.      Y’qub, Hamzah, 1985, Etika Islam Pembinaan Akhlakul Karimah, Bandung : Diponegoro, 1985
5.      Mustofa, Ahmad, 1997, Akhlak Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia.
6.      Soetirto, Solarja Ponco, Azas- Azas Sosiologi, Gajah Mada.
7.      Djatmika, Rahmat, 1996, Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia, Jakarta: Pustaka Panjimas.
8.      As, Asmaran, 1992, Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Rajawali Press.





Komentar